Hamdam Apresiasi Kegiatan-kegiatan Keagamaan di PPU
Focuskaltim.com – Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Hamdam bangga melihat antusias masyarakatnya dalam menjalankan kegiatan-kegiatan keagamaan di Kabupaten PPU.
Salah satunya melalui kegiatan Isra Mi’raj yang digelar di lingkungan masyarakat Kabupaten PPU khususnya Desa Api-api Kecamatan Waru.
Perihal ini dikatakan Hamdam disela-sela menghadiri peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW 1444 Hijriyah yang dilaksanakan oleh panitia Mushola Baitul Mustaqim, Desa Api-api, Kecamatan Waru, Sabtu, (11/2) malam.
Dalam kegiatan Bupati PPU Hamdam juga didampingi oleh Ketua TP PKK Kabupaten PPU Satriani Sirajuddin Hamdam, Camat Waru, Firman dan sejumlah tokoh masyarakat di lingkungan Desa Api-api Kecamatan Waru.
“Saya bangga karena di mana-mana peringatan hari besar Islam seperti ini pasti selalu ramai. Kami melihat antusias masyarakat begitu tinggi dalam rangka membumikan syariat Islam ini di Kabupaten PPU salah satunya yang ada di Desa api-api pada malam hari ini,” kata Hamdam.
Namun Hamdam mengatakan kegiatan peringatan Isra Mi’raj tersebut hendaknya bukan hanya dilaksanakan sebagai kegiatan seremonial belaka. Tetapi bagaimana hikmah yang terkandung di dalam peristiwa Isra Mi’raj tersebut mampu dipetik sebagai dasar menata hidup manusia kedepannya.
Hamdam mengatakan sebagai kepala daerah sudah sepantasnya memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap masyarakat Kabupaten PPU atas seluruh kegiatan keagamaan yang telah dilaksanakan.
“Salah satunya berkat doa-doa bapak ibu sekalian tentulah akan meringankan beban pemerintah daerah dalam rangka memenuhi tanggung jawabnya kepada masyarakatnya. Oleh karenanya saya sangat mengapresiasi sekali terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan seperti ini yang dilaksanakan di Kabupaten PPU, ” tutup Hamdam.
Sementara itu dalam tausiyahnya Ustad Hidayat mengatakan Isra Mi’raj secara umum diperingati setiap 27 Rajab. Dimana Nabi Muhammad SAW diperjalankan dari Ka’bah ke Baitul Maqdis (isra), lantas dari Baitul Maqdis ke Sidratul Muntaha (mikraj) hanya dengan waktu satu malam.
Dikisahkan Ustad Hidayat, bahwa jelang Isra dan Mi’raj, Nabi bermalam di rumah sepupu beliau, Hindun binti Abu Talib, atau juga dikenal dengan nama Ummu Hani’.
Setelah tidur sejenak, Nabi bangun dan mengunjungi Ka’bah. Di sana, rasa kantuk menyergap beliau hingga terlelap. Saat itulah, Jibril datang, lantas membangunkan Nabi hingga tiga kali.
Oleh Jibril, Nabi dibawa mendekati buraq, yang mirip kuda bersayap putih susu. Dengan perantaraan buraq inilah Rasulullah dan Jibril melintasi malam, terbang di atas jalur kafilah yang sangat dikenal beliau, hingga sampai di Baitul Maqdis, Yerusalem.
“Di tempat tersebut, Rasulullah mengerjakan salat berjemaah, menjadi imam para nabi terdahulu. Beliau ditawari gelas berisi anggur dan susu. Nabi memilih susu. Dalam Muhammad: Biografi Singkat (Rogerson, 2013:144) susu secara simbolis adalah tengah-tengah jalan asketisme dan hedonisme,” kata dia.
Lanjut dia, dari Baitul Maqdis, Nabi Muhammad SAW melakukan mi’raj, melampaui ruang dan waktu, melintasi tujuh langit, dan bertemu dengan beberapa nabi terdahulu, yaitu Adam di langit pertama, Isa di langit kedua, Yusuf di langit ketiga, Idris di langit keempat, Harun di langit kelima, Musa di langit keenam, dan Ibrahim di langit ketujuh.
Nabi Muhammad SAW akhirnya tiba di sidratul muntaha, simbol puncak pengetahuan yang mungkin dicapai oleh makhluk. Segala sesuatu di atasnya adalah misteri tersembunyi yang hanya diketahui oleh Allah semata.
“Hal ini dilukiskan dalam Surah an-Najm:16-18, “(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya, penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar,” bebernya.
Kemudian lanjut dia, di sidratul-muntaha, Nabi Muhammad SAW mendapatkan perintah salat 50 kali dalam sehari semalam bagi umat beliau. Nabi kemudian turun, tetapi ketika melewati Musa, beliau ditanyai tentang jumlah kewajiban salat. Nabi Musa menyebut salat 50 kali terlalu berat, sedangkan umat Rasulullah lemah.
Atas saran Musa, Nabi Muhammad saw. sekali lagi menghadap kepada Allah untuk memohon keringanan. Jumlah kewajiban salat dikurangi.
Namun, setiap kali Rasulullah bertemu Musa, beliau diingatkan untuk memohon keringanan kembali. Sampai akhirnya, Nabi Muhammad SAW mendapatkan kewajiban salat 5 kali sehari.
“Nabi Musa masih menyarankan agar Rasulullah sekali lagi menghadap Allah. Namun, Nabi Muhammad saw. berkata, “Aku sudah berkali-kali menghadap Tuhanku, memohon hingga merasa malu. Demikianlah perintah sholat lima waktu yang kita laksanakan hingga saat ini, ” tutupnya.